1. Pendahuluan
Film Indonesia
sekarang ini adalah kelanjutan dari tradisi tontonan rakyat sejak masa
tradisional, dan masa penjajahan sampai masa kemerdekaan. Untuk meningkatkan
apresiasi penonton film Indonesia adalah dengan menyempurnakan permainan
trik-trik serealistis dan sehalus mungkin, seni akting yang lebih nyata,
pembenahan struktur cerita, pembenahan setting budaya yang lebih dapat
dipertanggung jawabkan, penyuguhan gambar yang lebih estetis dan sebagainya.
Menurut Onong Uchjana, “film adalah cerita singkat yang ditampilkan dalam bentuk gambar dan suara yang dikemas sedemikian rupa dengan permainan kamera, teknik editing, dan scenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona”.
Menurut Onong Uchjana, “film adalah cerita singkat yang ditampilkan dalam bentuk gambar dan suara yang dikemas sedemikian rupa dengan permainan kamera, teknik editing, dan scenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona”.
Film sendiri
merupakan gambar hidup, yang juga sering disebut movie. Film secara kolektif
sering disebut sinema. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari
hiburan dan juga bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang lain dan
benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, atau oleh animasi.
Dalam
perkembangannya film tidak hanya dijadikan sebagai media hiburan semata tetapi
juga digunakan sebagai alat propaganda, terutama menyangkut tujuan sosial atau
nasional. Berdasarkan pada pencapaiannya yang menggambarkan realitas, film
dapat memberikan imbas secara emosional dan popularitas. Karena film mempunyai
pengaruh besar terhadap jiwa manusia, sehubungan dengan ilmu jiwa sosial
terdapat gejala apa yang disebut identifikasi psikologis. Kekuatan dan
kemampuan sebuah film menjangkau banyak segmen sosial, membuat film memiliki
potensi untuk mempengaruhi khalayak. Film merupakan dokumen kehidupan sosial
sebuah komunitas yang mewakili realitas kelompok masyarakat. Baik realitas
bentuk imajinasi ataupun realitas dalam arti sebenar nya. Perkembangan film
begitu cepat dan tidak terprediksi, membuat film kini disadari sebagai fenomena
budaya yang progresif.
Ketika Cinta
Bertasbih, adalah sebuah film yang sarat akan aspek-aspek religius. Banyak hal yang bisa penonton temukan dalam
film tersebut. Antara lain nilai-nilai ajaran agama, khususnya Islam, hubungan
sosial dan budaya, juga masala h percintaan dalam kehidupan kaula muda pada
khususnya, dapat dikatakan tidak hanya sebagai sebuah film cinta (seperti
tergambar dalam judul), tapi juga dapat dikatakan sebagai sebuah film religi
dan juga film budaya.
Berangkat dari
fenomena tersebut, kami tertarik mengkaji
film Ketika Cinta Bertasbih dalam rangka memaknai aspek-aspek religius yang terkandung dalam film tersebut dengan
menggunakan analisis semiotika Roland Barthes.
No comments:
Post a Comment