Dalam keadaan normal, vagina memproduksi
cairan yang berwarna bening, tidak berbau, tidak berwarna, dan
jumlahnya tak berlebihan. Cairan ini berfungsi sebagai sistem
perlindungan alami, mengurangi gesekan dinding vagina saat berjalan dan
saat melakukan hubungan seksual.
Selain cairan, di jaringan vagina juga
hidup kuman pelindung (flora doderleins). Pada keadaan normal, jumlahnya
cukup dominan dengan fungsi menjaga keseimbangan ekosistem vagina. Nah,
pada beberapa kondisi hormonal, keseimbangan itu terganggu. “Misalnya,
saat stres, menjelang dan setelah haid, kelelahan, diabetes, saat
terangsang, hamil, atau mengonsumsi obat-obat hormonal seperti pil KB,”
jelas ginekolog dr. Arju Anita, Sp.OG.
Gangguan hormonal ini membuat cairan vagina yang keluar sedikit berlebih. Inilah yang disebut keputihan (lekore atau flour albus). “Tapi keputihan akibat perubahan hormonal biasanya masih dalam taraf normal karena tidak ada perubahan warna, bau, atau rasa gatal,” lanjutnya.
Lain hal dengan keputihan yang
sifatnya abnormal yang umumnya dipicu kuman penyakit (pathogen) dan
menyebabkan infeksi. Akibatnya, timbul gejala-gejala yang sangat
mengganggu, seperti berubahnya warna cairan menjadi kekuningan hingga
kehijauan, jumlah berlebih, bahkan bisa sampai keluar dari celana dalam,
kental, lengket, berbau tidak sedap atau busuk, terasa sangat gatal
atau panas, dan menimbulkan luka di daerah mulut vagina.
Jika itu yang terjadi, lebih baik
konsultasi ke dokter kandungan. Dokter akan melakukan pemeriksaan
laboratorium dengan cara mengambil sedikit cairan untuk diperiksa,
mengandung kuman atau tidak.
No comments:
Post a Comment